Kata Hati Fahmi
Oleh Ustadzah Mirta Susanti
Kabut masih tebal di sekitar rumahku. Sudah lama aku tidak bangun sepagi ini, apalgi diseninpagi yang sbenarnya tidak kusukai. Aku lupa rasanya bangun pagi, sarapan, mamakaiseragam dan berangkat sekolah. Bagiku, gemerlap lampu di Stadion Brawijayadan hiruk pikuk suara supporter, lebih menggoda dan menggairahkan. Kalau sekolahadalah tempat belajar mambaca, menulis dan berhitung,aku sudah tuntas. Toh, aku sudah biasa dan memahami buku bacaan seperti novel yang tebal, tulisanku juga bagus. Nah, untuk berhitung, apa yang ditetapkan oleh ayah ibuku di pasar, sudah aku kuasai.
Mengenai pelajaran matematika, aku sungguh heran apa yang oleh para bapak ibu guru itu rasanya berlebihan. Mengapa aku harus bisa bilangan bulat juga segala pecahan? Ah, bagiku “ ping porolondo” sudah cukup sebagai bekal untuk hidup. Aku lupa belum memperkenalkan diri, namaku Fahmi rumahku di penggiran kota Kediri. Aku dilahirkan 12 tahun yang lalu. Tapi itu tidak berarti aku sudah kelas VI. Ya begitulah, aku pernah dan sampai sekarangpun aku masih belum ingin kembali ke sekolah. Tentang cita-cita dan harapan, aku sudah pernah mengguratkan impianku sejak dulu. Tapi aku malu dan tahu diri. Aku tidak berani mengungkapkan cita-cita besarku dengan lisanku. Cukup aku simpan dihati dan kuguratkan di kerta buku harianku.
Tak terasa, lamunanku tentang sekolah dan cita-cita sudah membawaku ke gerbang sekolah baruku. Sebuah sekolah yang mahal dan bagus, kata ayahku.” Ini sekolahnya mas Luthfi dulu le,”,kata ayahku. Aku tahu gaji ayahku sebagai pegawai rendahan di kantor kelurahan tidaklah besar. Adikku masih dua dan juga membutuhkan biaya susu dan pempers yang banyak. Dan SPPku di sekolah ini, sangat di laur dugaan. Ayahbetapa aku ingin menangis melihatmu menyerahkan berlembarlembar uang merah ke sekolah.
Mengenai sekolah baruku, kesan hari pertamaku sungguh lucu. Teman-temanku rata-rata adalah orang kaya, dan terbiasa hidup mudah. Mereka menangis dan mengeluh ketika diminta piket dan membersihkan kelas. Tapi mereka baik dan tidak mengejekku. Gurunya juga berbeda dengan guruku yang dulu. Tapi kadang aku tidak setuju dengan caranya menegur temanku. Mereka terlalu lembut dan baik. Tapi aku suka pada cara mereka bicara dan bersikap. Sangguh santun…,
Hari kedua,ketiga dan seterusnya masih aku nikmati dengan mengalir saja. Motivasiku masih sam yaitu aku ingin membahagiakan ayah-ibuku. Kegiatan di luar sekolah kadang masih menggodaku untuk lari dari menekuni buku dan PR dari sekolah. Satu dua hari aku masih membolos, demi mengikuti turnamen di luar kota. Hari ini pembagian raport tengah smester, nilaiku biasa-biasa saja, sama seperti aku yang sangat biasa dalam menjalani hidupku. Dan ayahku seperti biasa hanya tersenyum. Senyum yang selalu bisa menggetarkan hatiku.
Setelah rapotan tengah semester itu, tidak ada libur. Dan hanya ada KTS yang bagiku hanya sia-sia. Aku ingin yang lebih menantang dari sekedar main air danmasak-masakan biasa. Besok aku merencanakan bolos barang dua sampai tiga hari saja. Ada pertandingan yang cukup menantang dengan liga brebes. Semoga ini bisa mengurangi kebosananku pada rutinitas sekolahku. Gemuruh teriakan supporter, lampu stadion yang benderang adalah darah dan semangatku. Dan aku memang “all out” di sini sehingga akulah bintang lapangannya. Tentu akulah pemenangnya.
Tadi malam aku bermimpi, yangkata guru ngajiku adalah mimpi yang luar biasa.tanda aku sudah bukan anak-anak lagi. Ohya,aku lupa belum bercerita kalau aku mempunyai jadwal mengaji setiap malam habis isya’ di pondok pesantren di desaku. Kegiatan yang sangat kunikmati, karena member suasana yang berbeda di hari-hariku.
Semenjak malam itu,,,
Aku agak berbeda memandang sekitarku, teman-teman putriku,juga guru dan ustadzahku Nampak lebih cantik danlebih anggun. Akujadi sangat menikmati kerjap mata dari ustadzahku saat beliau tersenyum dan memujiku. Aku juga lebih bersemangat dalam berangkat sekolah dan latihan di lapangan. Apakah ini pengaruh dari masa dewasa yang akan aku hadapi?semoga hari-hariku menjadi lebih indah dan tidak membosankan.
Tentang sekolahku..,entah kenapa aku tiba-tibamenajdi malu apabila aku hanya menjadi biasa saja tanpa prestasi. Tanpa keinginan untuk berprestasi, bagiku seperti hidup yang dingin. Aku ingin gairah baru itu bernama prestasi. Beberapa hari yanglalu aku biasa saja saat memandang wajah diposter yang tertempel di kelas. Wajah Muhammad Al-Fatih, seolah mengejekku. Mengejek seorang pemuda tanpa prestrasi. Itulah kini yan aku alami di kelas. Video tentang kisah pahlawan yang berperang merebutkan kemerdekaan, sudah sering diputar di kelas oleh ustadzah. Tapi kini, aku menjadi lebih paham dan mengerti. Betapa banyak yang harus dikorbankan untuk bisa tegak, bisa merdeka dan bisa bersama Indonesia.
Aku malu yang kemarun harus melukai masa muda dengan hal bias, tanpa prestasi. Tapi kini aku ingin lebih berprestasi.
Lalu,,
Karena apa aku ingin berprestasi? Apakah karena penghambaanu pada decak kagum orang?pada gemuruh tepuk tangan? Pada kerjap mata yang berbinar cantik?pada pundi-pundi rupiah?
Ah,,,,
Ini yang sering aku pikirkan, yang sering oleh orang-orang sering disebut kalau aku sekarang banyak melamun. Tidak, akutidak melamun, tapi aku sedang berfikir. Bahwa aku semakin besar, ayah semakin tua, maujadi apa aku, jika hanya mengalir tanpa apa-apa?akumulai menorehkan kalimat mulia milikpemuda-pemuda mulia di masa keemasan. Akuukir kalimay mulia mUhammad Al-Fatih, kalimat mulia dari Sukarno,juga kalimat mulia dari orang tu adan guru-guruku. Biarlah semuanya menghiasi hati dan pikiranku. Bukankah apabilan sebongkah hati ini baik, maka baik pula anggota tubuhnya?kata guru ngajiku ini yang disebut sebagai hidayah. Aku ingin menggenggam hidayah ini sampai nanti. Jika sekarang aku dimudahkan menjalankan kebaikan, bukankah ini hal yang harus disyukuri dengan sebesar-besarnya? Hal-hal biasa dalam kegiatanku, ingin kuubahmenjadi hal yang luar biasa penuh prestasi. Akuingin lebih bersinar dan lebih berkilau. Yang kilau cahaya kebaikanku dengan bendertangnya bisa ditatap penduduk langit.
Alhamdulillah,,,
Beberapa prestasi kecil bisa kuraih,aku semakin bahagia mendapati senyum ayah. Belapa perjalanan beliau PP, antar jemput sekolahku juga ke tempat kerja dan jualan di pasar adalah juga untaian prestasi. Aku semakin dihidupi oleh darah dan semangat kebaikan dan prestasi orang-orang luar biasa. Memang benar, jika hidup adalah estafet kebaikan, maka langkah menjadi lebih ringan. Alhamdulillah, Alloh SWT memberiku kesempatan berada di antara hal –hal baik, yang hari-harinya senantiasa diliputi prestasi yang semakin menumpuk. Menjadi generasi yang senantiasa berprestasi, harapan bangsa.
Kini, aku Fahmi sudah di penghujung acara pelepasan SDIT Bina Insani. Sekolahku, kegiatanku tiap hari, bukanlah hal sia-sia, seolah-oleh itu semua adalah untaian prestasi yang semakin membaik. Semoga akan berakhir happy ending,khusnul khotimah.
Kweden, 27 oktober 2016-11-22